Oleh: Prof. Ir. Agus Pakpahan, Ph.D. (Rektor Universitas Koperasi Indonesia)

Latar Belakang Ideologis Soekarno

Soekarno adalah tokoh nasionalis-revolusioner dengan pandangan Marhaenisme (ideologi kerakyatan anti-kolonial dan anti-kapitalis) serta sosio-nasionalisme. Ia menggabungkan prinsip sosialisme, nasionalisme, dan spiritualitas Timur dalam membangun konsep ekonomi Indonesia. Baginya, Pasal 33 UUD 1945 adalah alat untuk mewujudkan “masyarakat adil dan makmur” sesuai sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Perspektif Soekarno tentang Pasal 33

  1. Pasal 33 Ayat 1: “Perekonomian Disusun sebagai Usaha Bersama Berdasar Asas Kekeluargaan”

.

  1. Pasal 33 Ayat 2: “Cabang Produksi Penting Dikuasai Negara”
  1. Pasal 33 Ayat 3: “SDA Dikuasai Negara untuk Kemakmuran Rakyat”

Perdebatan dengan Tokoh Lain:

  1. Vs. Hatta:
  1. Vs. Sjahrir:
  1. Vs. Soepomo:

Implementasi Pasal 33 di Era Soekarno

  1. Nasionalisasi Aset Asing (1957–1959):
  1. Deklarasi Ekonomi Terpimpin (1963):
  1. Proyek Mercusuar:

Kritik terhadap Perspektif Soekarno:

  1. Sentralisasi Otoriter:
  1. Politik di Atas Ekonomi:

Warisan Pemikiran Soekarno

Kesimpulan

Bagi Soekarno, Pasal 33 UUD 1945 adalah manifestasi perjuangan anti-kolonial dan alat untuk membangun ekonomi berdaulat yang berpihak pada rakyat kecil. Ia menekankan peran aktif negara dalam mengontrol sektor strategis, tetapi implementasinya sering diwarnai sentralisasi kekuasaan dan kebijakan populisme revolusioner. Meski kontroversial, semangatnya tentang keadilan sosial dan kedaulatan ekonomi tetap menjadi fondasi ideologis Indonesia hingga kini.

Perspektif Moh Hatta atas Pasal 33 UUD

Mohammad Hatta, sebagai salah satu perumus utama UUD 1945 dan Bapak Koperasi Indonesia, memandang Pasal 33 sebagai landasan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial. Pandangannya didasari oleh visi anti-kapitalisme, penolakan terhadap eksploitasi kolonial, dan keyakinan pada prinsip demokrasi ekonomi. Berikut analisis mendalam tentang pandangannya:

  1. Ideologi Dasar: Ekonomi Kerakyatan dan Koperasi

Hatta melihat Pasal 33 sebagai manifestasi sistem ekonomi yang menghindari ekstrem kapitalisme dan komunisme. Baginya, ekonomi Indonesia harus dibangun atas dasar:

Hatta menekankan bahwa tujuan ekonomi bukan sekadar pertumbuhan, tetapi pemerataan kesejahteraan.

  1. Penekanan pada “Demokrasi Ekonomi”

Hatta memperkenalkan konsep demokrasi ekonomi, di mana rakyat berperan aktif dalam pengelolaan ekonomi melalui koperasi dan usaha bersama. Pasal 33 ayat 1 (“usaha bersama berdasar asas kekeluargaan”) dirancang untuk:

Bagi Hatta, demokrasi politik harus sejalan dengan demokrasi ekonomi agar kemerdekaan Indonesia bermakna.

  1. Peran Negara vs. Swasta

Hatta mendukung kontrol negara atas sektor strategis (Pasal 33 ayat 2 dan 3), seperti energi, pertambangan, dan transportasi, untuk menjamin kepentingan publik. Namun, ia juga membuka ruang bagi:

Koperasi harus menjadi tulang punggung ekonomi rakyat, terutama di sektor pertanian, perdagangan, dan industri kecil.

Hatta mengkritik praktik ekonomi kolonial Belanda yang mengandalkan perusahaan swasta besar (seperti VOC) dan ingin menggantinya dengan model yang lebih inklusif.

Hatta lebih menekankan efisiensi dan kehati-hatian dalam kebijakan ekonomi.

.

  1. Kritik terhadap Implementasi Pasal 33

Hatta kecewa dengan penyimpangan makna Pasal 33 pasca-kemerdekaan, terutama pada era Orde Lama dan Orde Baru:

Dalam pidato-pidatonya, Hatta terus mengingatkan bahwa “Pasal 33 bukan untuk oligarki, tetapi untuk rakyat kecil.”

  1. Warisan Pemikiran Hatta

Gagasan Hatta sering dirujuk dalam kritik terhadap privatisasi BUMN (misalnya PLN atau Pertamina) dan liberalisasi sektor strategis.

Bagi Mohammad Hatta, Pasal 33 UUD 1945 adalah cerminan jalan tengah Indonesia antara kapitalisme dan komunisme, dengan koperasi sebagai instrumen utama untuk mewujudkan keadilan sosial. Ia menolak ekonomi yang hanya menguntungkan elite, baik elite kapitalis maupun birokrat. Meski implementasinya sering menyimpang, prinsip dasar Pasal 33—khususnya penekanan pada demokrasi ekonomi dan kedaulatan rakyat—tetap menjadi landasan moral dalam membangun sistem ekonomi Indonesia yang berkeadilan.

Harmonisasi antara perspektif Mohammad Hatta dan Soekarno terhadap Pasal 33 UUD 1945

Harmonisasi Dwi Tunggal Soekarno Hatta terletak pada integrasi visi Sang Proklamator tentang ekonomi berkeadilan sosial, meskipun dengan pendekatan yang berbeda.

  1. Inti Pemikiran Hatta dan Soekarno:
  1. Harmonisasi dalam Pasal 33 UUD 1945:
  1. Titik Tegang Potensial:

Dominasi negara berisiko meminggirkan koperasi, sementara otonomi koperasi yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan negara mengarahkan ekonomi.

  1. Relevansi Kontemporer:

Harmonisasi pandangan Hatta dan Soekarno dalam Pasal 33 UUD 1945 adalah sintesis antara partisipasi rakyat melalui koperasi dan kepemimpinan negara dalam mengarahkan ekonomi untuk keadilan sosial. Keduanya saling melengkapi: koperasi sebagai alat demokrasi ekonomi, sementara negara menjamin tidak ada penindasan oleh kekuatan pasar atau asing. Prinsip ini menjadi fondasi sistem ekonomi Indonesia yang disebut “Demokrasi Ekonomi”. Koperasi Kuat Negara berjaya. NKRI menjadi Negara Koperasi Republik Indonesia.

Sumber: Conversation with DeepSeek.