Oleh: Prof. Ir. H. Agus Pakpahan, Ph.D., MS. (Rektor Universitas Indonesia)
Belajar dari Koperasi Kredit Keling Kumang: Kapabilitas, Solidaritas, dan Regenerasi Koperasi Desa Merah Putih
Oleh: Agus Pakpahan
Pendahuluan: Dari Lex Imperfecta ke Kapabilitas Nyata
Amartya Sen mengajarkan bahwa pembangunan bukan sekadar pertumbuhan ekonomi, melainkan perluasan capabilities—kemampuan nyata manusia untuk menjalani kehidupan yang mereka nilai berharga. Dalam kerangka ini, Koperasi Kredit Keling Kumang menjadi contoh hidup: ia bukan hanya menambah angka aset, melainkan memperluas kapabilitas petani pedalaman Kalimantan Barat untuk berdaulat atas hidupnya sendiri. Anderson E. Otadui, Direktur Cooperative Dissemination dari Koperasi Mondragon, satu di antara koperasi terbesar dunia, ketika menyampaikan sambutannya pada pertengahan Juni yang lalu, pada acara konferensi dan seminar international di Sintang, Kalimantan Barat, menjuluki Koperasi Kredit Keling Kumang sebagai Mondragon Indonesia. Ini merupakan suatu pengakuan penting bagi kita semua tentang status kapabilitas Koperasi Kredit Keling Kumang di mata koperasi kelas dunia.
Koperasi Kredit Keling Kumang berkembang dari belasan anggota pada tahun 1993 dengan dana awal Rp 291.000, Selama 32 tahun, Keling Kumang tumbuh menjadi koperasi dengan 232.000 anggota, 79 kantor layanan yang didukung oleh tenaga ahli IT 17 orang, dan aset mencapai Rp 2,23 triliun pada 2025. Andaikan nilai aset ini minimal menjadi nilai aset Koperasi Desa Merah Putih pada tahun 2045, maka nilai aset dari 80000 unit Koperasi Desa Merah Putih pada tahun Indonesia Emas akan mencapai sekitar Rp 572.000 triliun dengan asumsi pertumbuhan (bunga) 6% selama 20 tahun. Angka yang tampak astronomis ini bukan sekadar hitungan finansial, melainkan simbol dari kapabilitas kolektif. Jika satu koperasi mampu menumbuhkan asetnya tiga kali lipat dalam 20 tahun, maka bayangkan kekuatan 80.000 unit Koperasi Desa Merah Putih. Inilah gambaran bahwa solidaritas rakyat, bila diorganisasir dengan disiplin modern, dapat melampaui skala negara dan menjadi fondasi peradaban tropis yang berdaulat.
Koperasi Desa Merah Putih dapat belajar bahwa koperasi bukan sekadar wadah simpan pinjam, melainkan ruang pemerdekaan: tempat orang kecil menemukan kemampuan untuk bermimpi, memilih, dan membangun masa depan tanpa bergantung pada bank, pinjaman luar negeri, atau bantuan pemerintah.
Kapabilitas sebagai Jalan Hidup
- Kapabilitas ekonomi: Keling Kumang menyalurkan pinjaman produktif dengan nilai lebih dari Rp 1,5 triliun, sehingga petani mampu mengelola hasil panen, menyekolahkan anak, dan merencanakan masa depan.
- Kapabilitas sosial: koperasi membangun solidaritas, rasa percaya, dan kebanggaan kolektif. Anggota tidak lagi merasa terpinggirkan, melainkan bagian dari komunitas yang kuat.
- Kapabilitas budaya: identitas Dayak Ibanik dijadikan modal sosial. Budaya lokal bukan penghalang, melainkan energi yang memperkuat koperasi.
- Kapabilitas politik: koperasi melatih kepemimpinan kolektif, sehingga warga desa belajar mengelola organisasi dengan transparansi dan akuntabilitas.
- Kapabilitas pendidikan: melalui Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK), koperasi menyiapkan masa depan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kepemimpinan. ITKK kini menampung ratusan mahasiswa dari keluarga petani, menjadi simbol bahwa koperasi mampu melahirkan universitas tropis yang berakar pada solidaritas.
Transformasi Organisasi: Modern dan Adaptif
Keling Kumang membuktikan bahwa organisasi modern bisa tumbuh dari pedalaman:
- 72% anggota adalah petani, namun koperasi ini mengadopsi manajemen digital, sistem akuntansi modern, dan diversifikasi usaha.
- .
- Digitalisasi layanan: lebih dari 200.000 transaksi anggota kini dilakukan secara daring, menjangkau desa terpencil, membalik persepsi bahwa orang pedalaman tidak bisa modern.
- Diversifikasi usaha: koperasi mengelola unit ritel (K52), pertanian (K77), hotel Ladja, kursus bahasa Inggris, transportasi CPO, hingga yayasan pendidikan.
- Kemandirian finansial: koperasi tumbuh tanpa utang ke bank, tanpa pinjaman luar negeri, dan tanpa bergantung pada bantuan pemerintah.
Menolak Persepsi Lama
Fenomena Keling Kumang menolak pandangan bahwa orang kecil tidak bisa membangun komunitasnya sendiri. Ia membuktikan bahwa:
- Kemandirian lebih kuat daripada ketergantungan.
- Solidaritas adalah modal utama. Modal sosial lebih berharga daripada modal finansial awal.
- Petani pedalaman bisa modern. Dengan koperasi, mereka mengelola aset triliunan rupiah, membangun sekolah, dan menguasai teknologi.
Pelajaran untuk Koperasi Desa Merah Putih
Koperasi Desa Merah Putih dapat menjadikan Keling Kumang sebagai inspirasi:
- Bangun kapabilitas anggota: bukan hanya akses keuangan, tetapi juga pendidikan, kesehatan, dan kepemimpinan.
- Jadikan budaya lokal sebagai energi: Merah Putih sebagai simbol solidaritas nasional, seperti Dayak Ibanik bagi Keling Kumang.
- Gunakan teknologi sebagai jembatan: digitalisasi untuk transparansi, partisipasi, dan akses pasar.
- Diversifikasi usaha desa: pangan tropis, energi surya, koperasi digital, dan pendidikan.
- Latih kepemimpinan kolektif: koperasi sebagai sekolah demokrasi ekonomi.
Penutup: Kapabilitas sebagai Kepahlawanan Baru
Amartya Sen menekankan bahwa pembangunan adalah pemerdekaan. Keling Kumang membuktikan bahwa koperasi adalah pemerdekaan tropis: pemerdekaan dari utang, pemerdekaan dari rente, pemerdekaan dari stigma. Eksistensi dan kapabilitas Koperasi Kredit Keling Kumang, di antara koperasi-koperasi dengan karakter yang sama, sangat disayangkan apabila diabaikan dalam proses pembelajaran oleh Koperasi Desa Merah Putih yang mana telah menjadi kebijakan prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Bangsa yang menanam koperasi adalah bangsa yang menanam kapabilitas.
Bangsa yang menanam kapabilitas adalah bangsa yang pahlawan.
Bangsa yang pahlawan adalah bangsa yang menjadikan Merah Putih sebagai jiwa koperatif yang hidup di setiap desa.