Oleh: Prof. Ir. Agus Pakpahan, Ph.D. (Rektor Universitas Koperasi Indonesia)
Di tengah hiruk-pikuk wacana ekonomi kerakyatan, ada satu pertanyaan mendasar yang sering terabaikan: mengapa Indonesia belum memiliki Sarjana Koperasi (S.Kop) sebagai pengakuan gelar keilmuan multidisiplin dan sekaligus juga sebagai cermin profesionalisme koperasi? Padahal, jika kita menyimak lebih dalam, koperasi sebenarnya adalah sistem ekonomi paling kompleks sekaligus paling menjanjikan untuk menjawab tantangan bangsa ini.
Koperasi: Lebih dari Sekadar Usaha Kecil
Kita sering terjebak pada persepsi sempit bahwa koperasi hanyalah kumpulan usaha kecil dengan sistem sederhana. Faktanya, seperti ditunjukkan Oliver Williamson (peraih Nobel Ekonomi 2009), koperasi modern adalah entitas kompleks yang memadukan:
- Ekonomi kolektif dengan mekanisme bagi hasil (patronage refund) yang rumit
- Dinamika sosial berbasis kepercayaan (trust) seperti dijelaskan Elinor Ostrom (Nobel 2009)
- Teknologi mutakhir termasuk blockchain untuk transparansi
- Struktur hukum yang membutuhkan keahlian khusus
Bukti nyata ada di depan mata kita. Credit Union Keling Kumang di Kalimantan Barat, misalnya, yang dimulai dari dusun terpencil, kini mengelola aset Rp1,6 triliun dengan 173.000 anggota. Mereka tidak hanya menjalankan simpan pinjam, tapi juga memiliki:
- Rantai minimarket K-52 Mart yang bersaing dengan Alfamart
- Perguruan tinggi dan SMK untuk anggota
- Agro-ekowisata kakao berkelanjutan
Solusi Nyata untuk Masalah Bangsa
Di tangan profesional yang tepat, koperasi bisa menjadi senjata ampuh melawan berbagai masalah struktural:
- Kemiskinan: Keling Kumang, misalnya, membuktikan bahwa koperasi kredit bisa lebih efektif dari bank komersial dalam menjangkau masyarakat marjinal, dengan memberikan pinjaman tanpa agunan untuk 3.200 UMKM.
- Ketergantungan Impor: Lihat bagaimana JA Group di Jepang menguasai 90% pasar beras nasional melalui koperasi. Jika Indonesia memiliki sistem serupa, kita tak perlu lagi impor beras 2 juta ton per tahun.
- Dekolonisasi Ekonomi: Koperasi memungkinkan kita membangun sistem ekonomi berbasis kearifan lokal seperti subak Bali atau mapalus Sulawesi, bukan sekadar mengekor model Barat.
Cooperative Grant University: Wadah Ideal untuk Melahirkan S.Kop
Untuk menjawab tantangan ini, kita membutuhkan Cooperative Grant University (CGU) sebagai replikasi kreatif dari Land-Grant University (LGU) di AS. CGU harus dibangun dengan prinsip:
- Pendidikan Terapan Berbasis Tropika, Struktur Kepulauan dan Keanekaragaman Budaya:
Seperti LGU yang fokus pada kebutuhan petani, CGU mengembangkan kurikulum berbasis masalah riil koperasi yang adaptif terhadap kondisi lokal, regional dan nasional;
- Riset Kolaboratif: Mengadaptasi model “extension service” LGU, tetapi dengan pendekatan setara antara akademisi dan praktisi koperasi.
- Pendanaan Berkeadilan: CGU menggunakan model hibah koperasi dan bagi hasil usaha sebagai investasi pendidikan seperti yang berkembang pada LGU;
S.Kop: Jawaban atas Krisis SDM Koperasi
Di balik kesuksesan Keling Kumang, ada tantangan besar yang mereka hadapi:
- Butuh 14 tahun hanya untuk mendapatkan badan hukum karena minimnya ahli hukum koperasi
- Kesulitan mengembangkan fintech tanpa tenaga ahli teknologi yang paham karakteristik koperasi
- Keterbatasan manajerial dalam mengelola 64 cabang
Di sinilah CGU berperan penting untuk melahirkan S.Kop yang:
- Menguasai hukum koperasi untuk memangkas birokrasi
- Merancang sistem fintech khusus koperasi
- Mengembangkan model pemasaran kolektif produk lokal
Roadmap Menuju Indonesia Emas 2045
Impian besar membutuhkan langkah konkret:
- 2025: Pendirian CGU pertama di Jawa Barat dengan dukungan Pemerintah dan masyarakat perkoperasian pada umumnya.
- 2026: Kerjasama riset antara CGU dan KDMP serta koperasi-koperasi lainnya dalam rangka konsolidasi untuk mengatasi berbagai permasalahan bersama, membangun visi bersama dan membuat rancangan cetak biru koperasi mendatang (mirip yang dikerjakan Jenderal Douglas MacArthur dalam pengembangan koperasi di Jepang pasca Perang Dunia II);
- 2027: Ekspansi CGU ke seluruh propinsi di Indonesia dengan basis kawasan ekonomi koperasi.
Dengan 1.000 S.Kop baru setiap tahun, kita bisa menargetkan:
- 100 koperasi skala besar pada 2030
- Kontribusi koperasi terhadap PDB naik dari 5% menjadi 25% pada 2045.
Penutup: Saatnya Beraksi!
Koperasi adalah senjata intelektual melawan ketidakadilan ekonomi. Ini ada di dalam makna Pasal 33 UUD ‘45.
CGU dengan program S.Kop-nya bukan sekadar perguruan tinggi biasa. Ia adalah:
✓ Pusat dekolonisasi pengetahuan
✓ Laboratorium hidup untuk demokrasi ekonomi
✓ Kawah candradimuka bagi pemimpin koperasi masa depan
Dengan bukti empiris dari Keling Kumang, dukungan teori ekonomi dari para pemenang Nobel, dan model CGU yang adaptif – saatnya kita melahirkan generasi Sarjana Koperasi yang akan membawa perubahan nyata!