Oleh: Prof. Dr. Dinn Wahyudin, MA. (Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan)
Badan Dunia Perserikatan Bangsa Bangsa (2024) pernah bertanya perkembangan koperasi yang bagaimana yang akan dikembangkan. Lantas dijawabnya sendiri, yaitu Cooperatives built a better World. Koperasi yang mampu membangun Dunia yang lebih baik. Dalam Sidang Pleno ke-47, PBB telah mencanangkan Tahun 2025 sebagai Tahun Koperasi Internasional atau the International Year of Cooperatives 2025. Penetapan Tahun Koperasi Internasional ini dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengenali kontribusi koperasi terhadap pembangunan berkelanjutan. Gerakan Koperasi berkaitan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan PBB. Semua negara, berupaya agar tujuh belas SDG ini bisa dilaksanakan dengan baik sesuai dengan komitemen dan kemampuan negara masing masing. Salah satu keunggulan koperasi adalah kemampuan dalam menghasilkan sistem ekonomi yang adil dan inklusif dan memberi maslahat kepada masyarakat Dunia secara lebih berkeadilan.
Warisan Budaya Takbenda
Badan Dunia di bidang pendidikan, pengetahuan, dan kebudayaan atau UNESCO juga memberikan dukungan penuh terhadap koperasi di seluruh Dunia. Badan Dunia ini telah menetapkan gerakan Koperasi sebagai salah satu warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage). Lembaga ini mengakui dan melindungi berbagai praktik dan tradisi budaya, termasuk gagasan dan praktik pengorganisasian kepentingan bersama dalam wadah koperasi. Diakuinya, koperasi merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan berkelanjutan. Koperasi sebagai bentuk warisan budaya takbenda, telah diakui sebagai organisasi yang mampu membangun komunitas dengan azas gotong royong untuk meraih manfaat secara adil dan proporsional.
Dalam konteks Nasional, seyogyanya gerakan koperasi di Tanah air juga mencanangkan gerakan stimuluspenguatan ekonomi dan terbukanya lapangan kerja untuk mencapai SDG-1 (tanpa kemiskinan), SDG-2 (tanpa kelaparan), SDG-3 (hidup sehat dan sejahtera), SDG-8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), dan SDG-12 (berkurangnya kesenjangan).
Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, yang salah satu bentuknya koperasi. Namun demikian, ide dan praktik mulia koperasi secara pelahan dan terus tergerus dalam kekuatan kapitalisme yang luar biasa. Fenomena ini, melahirkan berbagai pikiran untuk melakukan prilaku optimistik melalui gerakan kolektif kolegial dalam membangun koperasi paradigma baru. Koperasi bukan sebatas badan usaha, tetapi koperasi sebagai gerakan untuk menegakan keadilan dan kesejahteraan sosial melalui paradigman baru berkoperasi. Seperti ditegaskan Bung Hatta sebagai “Bapak Koperasi Indonesia”, koperasi harus menjadi landasan sistem ekonomi, sistem politik, dan sistem hukum di Indonesia.
Koperasi Desa
Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada prinsip gotong royong, kekeluargaan, dan saling membantu. Presiden RI mengumumkan peluncuran 80.000 koperasi desa dengan nama KDMP, dan akan dilakukan peresmiannya pada Hari Koperasi Nasional tanggal 12 Juli 2025. Koperasi Merah Putih adalah program strategis yang bertujuan memberdayakan masyarakat desa dan kelurahan melalui usaha bersama. Program ini mendorong pemanfaatan potensi lokal secara maksimal, dengan membentuk struktur ekonomi yang dikelola oleh dan untuk masyarakat. Tujuannya untuk memperkuat ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui koperasi.
Perkembangan koperasi di Indonesia harus menjadi bagian integral dari perekonomian nasional. Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia menargetkan dua hal. Yaitu pertama, bagaimana pertumbuhan Koperasi menjadi faktor signifikan dalam partisipasi masyarakat. Saat ini, partisipasi masyarakat dalam koperasi mendekati 27 juta orang. Secara kuantitatif, masyarakat yang bergabung di koperasi cukup banyak. Pada tahun 2025, jumlah partisipasi ini diharapkan mencapai 60 juta orang. Kedua, bagaimana perkembangan koperasi memberi konstribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Saat ini, konstribusi Koperasi terhadap PDB hanya sebesar 1,17 persen saja.
Selain melahirkan peluang dan optimism dengan kehadiran KDMP ini, terdapat sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Semua tantangan patut disikapi secara arif. Subagyo (2025) mendeskripsikan tiga tantangan dalam pendirian KDMP. Pertama, koperasi desa ini jangan sampai menjadi “industri” baru. Ada kesan koperasi baru ini tampil dengan ciri yang monopolistik, baik dalam persiapan maupun dalam membangun desain ke depan. Pembangunan koperasi sejatinya adalah membangun nilai, prinsip, dan kebersamaan. Bukan sekadar membangun sebuah industri baru di desa. Kedua, KDMP ikhtiar membangun ekosistem. Optimalisasi koperasi desa patut membertimbangkan ekosistem perkoperasian yang sudah ada. Jangan sampai pembangunan KDMP ini justru mengabaikan potensi dan pengalaman koperasi yang sudah ada. Ketiga, koperasi hakekatnya membangun “orang”, bukan hanya infrastruktur. Maknanya pembangunan koperasi patut diawali dengan penguatan kompetensi para calon pengelola. Tanpa sumberdaya manusia yang paham nilai, prinsip, dan praktik koperasi, koperasi desa hanya akan menjadi “industri” baru, yang belum tentu memberi manfaat bagi masyarakat luas.